Selasa, 08 Oktober 2019

Kritik Tata Bangunan di Jakarta oleh Ridwan Kamil


1.     Artikel

Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil menjadi salah satu pembicara di Forum Arsitektur Indonesia-Jepang 2017. The 4th Asia Urban Architecture Forum membahas “Housing-Urban Development-Sustainability Cross-Colaboration.

https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1510203472/tv0q4wu0jetmurfogcc2.jpg

.
Sebagai arsitek, Ridwan Kamil, dalam paparannya, mengkritik pola pembangunan di Jakarta.

“Kritikan saya untuk bangunan di Jakarta, karena saya dulu pernah ngarsitek di Jakarta. Sering saya temukan, bahkan arsitek-arsitek ini luar biasa di luar negeri, tapi kalau ada proyek di Jakarta, hilang rasa urbanitasnya,” tutur Emil di Fairmont Hotel, Jakarta Selatan, Kamis (9/11).

Emil menjelaskan, arsitek yang bekerja di Jakarta tidak bisa terlalu jauh bereksplorasi. Arsitek terpaku pada kemauan para klien.

“Arsitek dipaksa kliennya kalau bikin mal harus masuk drop off seluas-luasnya, parkir seluas-luasnya. Padahal kan ruang parkir ini ruang manusia, ruang interaksi. Jadi kadang-kadang logika sederhananya tuh hilang. Jadi banyak yang kalah argumen dengan kliennya,” kata Emil
.
Setelah menjadi Wali Kota Bandung, Emil mengaku sangat konsen dengan pola pembangunan di kotanya. Latar belakang sebagai seorang arsitek membuat Emil sangat paham tentang pembangunan dan penataan kota.

 “Di Bandung, sekarang saya balik. Saya pastikan semua proyek di Bandung harus very friendly to people. Harus ramah terhadap pedestrian. Apapun bangunan atau geometrinya, sehingga arsitekturnya progressive, urbanitasnya saya jaga. Itulah kenapa judul saya adalah Bandung liveable dan Bandung loveable,” tegas Emil.

“Semua berawal dari aturan. Silahkan ITO-san (arsitek Jepang) berjalan di daerah Sudirman-Thamrin, sekarang kalau ada waktu. Pasti tidak menyenangkan. Kenapa? Karena pedestrian Jakarta di daerah Sudirman-Thamrin itu ada setback. Setback itu menjauhi hubungan manusia dengan arsitektur. Setbacknya dipakai drop off mobil,” imbuhnya.

The 4th Asia Urban Architecture Forum menghadirkan sejumlah pembicara, antara lain Toyo ITO arsitek dari Jepang, Ridwan Kamil Wali Kota Bandung dan arsitek-arsitek Indonesia lainnya seperti  Isandra Matin Ahmad dan Rachmat Gobel sebagai keynote speaker.

2.     Permasalahan

Bangunan bangunan di Jakarta tidak memiliki rasa urbanitas di dalamnya karena para arsitek terlalu terpaku pada keinginan klien.

3.     Tanggapan Pengkritik

Melalui isi dari artikel, Ridwan Kamil mengkritik bangunan Jakarta tidak memiliki rasa urbanitas karena arsitek terlalu terpaku dengan keinginan klien. Akibatnya mempengaruhi ketidaknyamanan orang orang sekitar.

4.     Pendapat

Arsitek arsitek yang mendesign bangunan bangunan di Jakarta terlalu mengacu terhadap keinginan klien yang membuat bangunan tidak memikirkan lingkungan sekitarnya. Sehingga membuat lingkungan menjadi tidak sehat dan juga tidak memberi kenyamanan kepada orang orang disekitar.







0 komentar:

Posting Komentar